Sunday, October 7, 2012

Sorot Mata


Desa Aek Bamban, Kabupaten Asahan. Desa yang berbatasan langsung dengan Malaysia ini adalah potret kalau pemerintah hanyalah terdiri dari sekumpulan manusia biasa yang susah dihandalkan. Yang hanya bisa janji tanpa tahu bagaimana cara menepati. Entah sudah berapa kali para pejabat mulai dari kelas teri seperti camat sampai kelas kakap seperti presiden berjanji untuk memajukan kita-kita yang terpinggirkan ini. Tapi sampai sekarang semua itu seperti sorak sorai di masa lalu. Tidak ada gunanya untuk sekarang.
            Sudah satu tahun aku tinggal di desa ini. Statusku disini bukanlah sebagai penduduk asli. Hanya sebagai orang suruhan pemerintah sebagai teknisi di desa ini. Keren bukan pekerjaanku? Tapi sekarang itu hanyalah sebuah titel. Rencana pemerintah untuk membangun desa informasi kandas sudah. Sekarang aku hanya seperti pengangguran berduit di desa ini. Tidak melakukan apa-apa dan digaji.
            Seperti biasa, sore hari aku habiskan untuk meluruskan punggung di dermaga. Atau mungkin sebagian waktu hidupku memang kuhabiskan di dermaga. Aku melihat burung camar, aku mendengar para nelayan yang saling berkelakar, dan aku mencium baunya ikan, pastinya. Tapi entah kenapa otakku mengolah itu semua sebagai sesuatu yang tidak asing bagiku. Sesuatu yang sangat sangat familiar, sefamiliar saat kita menghirup udara tanpa disuruh dan membersihkan pantat kita setelah buang air besar.
            “Hei, Boi. Sudah kuduga kau disini. Sedang apa kau?” teriak Arifin dari jauh. Arifin, temanku asli Aek Bamban yang sudah kukenal setahun ini adalah kawan yang sudah aku anggap sebagai saudara sendiri. Ibaratnya seperti Si Buta dari Gua Hantu dengan monyetnya Si Kliwon. Pilihan yang sulit untuk memilih antara Si Buta dan Si Kliwon.
            “Lagi melamun, Kawan Melayuku. Aku merasa bersalah dengan desamu, Fin. Aku disini untuk membangun desamu, memajukan desamu, memberikan fasilitas komunikasi dan informasi di desamu, tapi lihatlah sekarang. Aku bukanlah apa-apa kecuali sampah.” Sesalku dengan nada tinggi.
            “Ya mau bagaimana lagi, Boi? Kau sudah berusaha semampumu membantu kami, orang-orang pinggiran ini. Setidaknya dari tanganmu sendiri kau berhasil membangun stasiun radio disini. Itu sudah lebih dari cukup untuk kami ini. Jujur, sudah dari awal aku pesimis dengan rencana pembuatan desa informasi seperti ini. Aku tahu tujuan orang-orang Jakarta disana baik, tapi kami sudah meramalkan bahwa program ini tidak akan semenarik beritanya. Rencana hanyalah sebuah rencana. Kau sudah berusaha, Kawan.” Ucap Arifin datar.
            “Berarti benar kau menyimpan kekecewaan, Boi?”
            Aku juga manusia, Bon. Pasti merasa kecewa aku.... Tapi aku sudah siap dengan kenyataan seperti ini. Tapi yang lain? Aku tidak tahu....”
            “Lihatlah sekitar, Fin. Sorot mata mereka sekarang sudah kembali sayu. Tak ada semangat untuk berubah lagi. Berbeda dengan setahun yang lalu saat aku datang. Aku lihat ada semangat dari mereka. Mata mereka seakan berkata ‘aku siap untuk perubahan. Bawa aku ke dunia lain yang lebih hebat dari duniaku sekarang ini’. Tapi sekarang? Pandangan mereka seakan ingin bilang ‘ah sudahlah, mungkin tempatku memang disini. Tak akan lagi ada sesuatu yang spektakuler dalam sisa hidupku.’ Aku merasa aku tidak ada gunanya disini.”
            “Tidak apa-apa, Bon.... Setidaknya hidup mereka sudah pernah kau berikan warna. Lagipula program desa informasi ini tidak segagal yang kita bayangkan. Lihatlah, setidaknya radio yang kau pasang ini masih bisa mengudara mengalahkan radio milik Malaysia itu. Perubahan memang tidak selamanya berlangsung secara cepat, Bon. Kita boleh berusaha dan mengumpat sekeras yang kita mau, tapi tetap Yang Diatas yang menentukan.”
            “Aku akan kembali ke Jakarta. Aku akan usahakan apa yang bisa aku lakukan agar desa ini menjadi tempat yang bisa dibanggakan olehmu, oleh kalian semua. Akan kukembalikan sorot mata kalian-kalian ini sama seperti sorot mata satu tahun yang lalu.” ucapku dengan mantap.
            “Tidak perlu, Boi. Kau tidak perlu....”
            “Tidak apa-apa. Aku tidak mau pekerjaanku hanya berhenti sampai sini saja. Seorang Bono tidak pernah setengah-setengah menyelesaikan pekerjaannya.” kataku dengan yakin.
            “Terima kasih, Kawan Jawaku. Aku tunggu kau dengan perubahan yang akan kau bawa. Tapi jangan lama-lama, atau akan aku ubah desa ini lebih dulu daripada kau. Hahaha....” canda Arifin. Aku lihat sorot matanya yang mulai semangat. Sorot mata yang ingin bilang ‘kau akan membawa perubahan untuk kami, kawan’.
            “Tunggu saja, Fin. Perubahan memang tidak selamanya berjalan dengan cepat, seperti katamu. Tapi aku akan berusaha secepat yang aku bisa. Dan sekarang sudah waktunya aku pergi. Perahuku sudah terlihat. Sampaikan salam dan maafku pada yang lainnya. Kita akan bertemu lagi, Kawan Melayuku.”
            “Pasti.” jawabnya dengan senyum.
            Aku segera mengambil langkah lari menuju kapal yang akan membawaku ke Jakarta. Aku balik arah, dan aku melihat Arifin serta desa Aek Bamban. Aku tunjuk jari telunjukku kesana. Dan aku bilang dalam hati, aku akan kembali ke desa itu dan mengubahnya menjadi lebih baik. Aku janji.

Thursday, July 19, 2012

Menjadi Peng(h)ajar

Tas hitam dari kulit buaya.
"Selamat pagi!", berkata bapak Oemar Bakri.
"Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali!"
Tas hitam dari kulit buaya.
Mari kita pergi, memberi pelajaran ilmu pasti.
Itu murid bengalmu mungkin sudah menunggu.

Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
S'lalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang
Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Busyet... Standing dan terbang

Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri... Profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri

Laju sepeda kumbang di jalan berlubang
S'lalu begitu dari dulu waktu jaman Jepang
Terkejut dia waktu mau masuk pintu gerbang
Banyak polisi bawa senjata berwajah garang
Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut, cepat pulang
Busyet... Standing dan terbang

Bapak Oemar Bakri kaget apa gerangan
"Berkelahi Pak!", jawab murid seperti jagoan
Bapak Oemar Bakri takut bukan kepalang
Itu sepeda butut dikebut lalu cabut, kalang kabut
Bakrie kentut... Cepat pulang
Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati
Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri... Bikin otak seperti otak Habibie
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri

Ya, seperti itu gambaran seorang guru atau “pengajar” di zamannya Iwan Fals. Aku tidak tahu apa yang mendasari Iwan Fals zaman dulu membuat dan mendirikan image pengajar seperti itu, tapi sepertinya memang gambaran seorang pengajar dari zaman dulu dengan sekarang tidak jauh berbeda. Selalu melarat.

Tapi kali ini aku tidak ingin membicarakan seluk-beluk pengajar dan segala perjuangan hidupnya yang serba susah. Kenapa? Karena tak akan ada gunanya membicarakan hal seperti itu tapi pada waktu yang bersamaan tak ada tindakan dari yang diatas (pemerintah maksudnya).

Pengajar... pengajar... pengajar... siapa yang tidak kenal dengan profesi itu? Hampir setiap orang di muka bumi menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menghadap dengan para pengajar. Tapi bagaimana dengan pihak pengajar sendiri? Kenapa akhir-akhir ini banyak sekali pengajar yang berubah menjadi penghajar?

Seperti di Solo, ada seorang guru piket yang memukul anak didiknya lantaran ketahuan tidur di kelas sampai-sampai murid tersebut masuk rumah sakit. Di Tomohon sendiri juga sama dengan kasus yang diatas, seorang guru yang merangkap sebagai wakil kepala sekolah juga menganiaya muridnya sendiri. Ironis memang.

Sekarang yang menjadi pertanyaan, apa hal seperti itu diperlukan untuk mendidik para muridnya? Apakah para guru tidak menyadari, jika mereka menghajar anak didik mereka, lalu kelak anak didik mereka juga melakukan hal yang serupa kepada anak didiknya, bukankah itu seperti lingkaran setan?

Demi alasan kedisiplinan, atau kepatuhan, atau kemandirian, kekerasan bukanlah hal yang pantas untuk diaplikasikan dalam kegiatan pembelajaran. Mereka masih anak-anak. Kesalahan tetap saja kesalahan, tapi dengan tindak kekerasan seperti itu apa mereka akan jera? Apa mereka akan sadar bahwa mereka salah? Tidak. Yang akan tertanam di otak mereka hanya dogma yang mengajarkan bahwa “kekerasan adalah jalan yang terbaik.” Apa kita mau mengorbankan masa depan beberapa generasi yang digadang-gadang sebagai generasi penerus bangsa hanya demi satu atau dua pukulan di tubuh murid kita?

Tidak perlu pemerintah, tidak perlu PGRI, dan tidak perlu Komnas Perlindungan Anak untuk menyelesaikan masalah ini. Cukup bisa sadar diri saja bahwa kekerasan tidak akan bisa memecahkan masalah. Mungkin memang bisa menyelesaikan masalah, tapi tidak bisa memecahkan masalah.

Saturday, June 23, 2012

Another Day Another Imagination

Hari ini, Sabtu 23 Juni 2012 jam 14:40 kecoak masih melakukan hal yang sama dengan hari biasa. Naik ke atap, menggelar tikar dan menyeruput habis sekotak ultra milk rasa coklat, lalu tiduran sambil melihat langit. Ya, ketika orang menghindari jam-jam seperti itu karena takut hitam atau mungkin takut kecantikan atau ketampanannya luntur (pernah ada yang bilang begitu, dan sampai sekarang kecoak belum menemukan koneksi antara matahari, luntur, dan kecantikan atau ketampanan) mungkin akan berlari-lari kecil masuk ke dalam rumah dan menunggu hingga petang untuk keluar. Jika memang ada orang yang seperti itu, kecoak bisa pastikan sebagian besar hidup kalian akan bergantung pada pandangan orang lain.

Tapi untuk kecoak, melihat awan yang luas seperti sketsa kosong yang siap diisi. Mata kita sebagai kuasnya, dan otak kita adalah cat warnanya. It’s time to use your imagination, guys. Ya mungkin kalian bosan dengan dunia nyata kalian yang serba berbenturan dengan kepentingan orang lain. Imajinasi akan membuat kalian merasa memiliki dunia kalian sendiri. Dimana kamu bisa menjadi raja, dewa, ataupun pengemus dalam waktu yang bersamaan. But still, jangan gunakan imajinasi sebagai tempat pelarian. Cukup gunakan imajinasi sebagai tempat wisata yang hanya buka antara Sabtu dan Minggu.

Jadi berimajinasilah, kawan. Untuk itulah kita punya otak.

Sunday, June 10, 2012

Quote of the Day

rumah itu memang surga, sangat surga. Sampai-sampai tugas pun jadi terbengkalai gara-gara di rumah.

Thursday, May 31, 2012

(31 Mei 2012) Fanatisme dan Orang Bodoh #31harimenulis

Bagi yang suka berlama-lama lihat twitter sampai-sampai menganggap pacarnya “tidak terlihat” saking asyiknya, mungkin akan tahu dengan akun @AgamaChibi. Kecoak tahu pasti sekarang di pikiran kalian semua ada kalimat yang berintikan sama. Bingung. Ya, kecoak juga merasakan hal yang sama. What the hell is it? Chibi yang dari sononya adalah fans Cherrybelle sekarang menjadi agama dan menyembah Cherrybele? Oke, kawan. It’s time to say “Dafuq, did I just see?”

Sekarang buang dulu Cherrybelle dan segala permasalahannya, kita menuju ke fanatisme. Pada dasarnya ada dua tipe (menurut keccoak) fans itu. Yang pertama, fans yang suka atas dasar karya yang diciptakan oleh tokoh idolanya. Yang kedua, fans yang suka atas dasar semua yang melekat pada tokoh idolanya, mulai dari karya, hobi, makanan, bahkan ukuran celana dalamnya dia bisa hafal.

Nah, itu yang jadi masalah. Fanatisme tipe kedua itu secara tidak sadar hanya akan merusak dirinya sendiri dan berpikir diluar logika. Contohnya fans yang membuat agama chibi itu. Mungkin bagi dia Cherrybelle adalah Tuhan dan Chibi adalah para umatnya. Coba mainkan logika. Bagaimana mungkin orang bisa menyembah manusia biasa? Yang bahkan manusia biasa itu belum tentu lebih baik daripada fansnya. Menggemari seseorang atau sesuatu itu boleh saja, tapi kalau fanatik itu hanya pekerjaan orang bodoh.

Wednesday, May 30, 2012

(30 Mei 2012) Menangis Untuk Cowok #31harimenulis

Kenapa cowok tidak boleh menangis?

Kecoak rasa bukan hanya kecoak yang pernah memikirkan pertanyaan seperti itu. Jutaan cowok di dunia mungkin memikirkan hal yang sama. Kenapa cowok tidak boleh menangis?

Cewek mungkin berdalih cowok yang tidak menangis itu cowok yang tegar, cowok yang kuat, cowok yang tahan banting, dan syalala seperti itu. tapi ketahuilah para cewek, ITU TIDAK ADIL! Kami para cowok menjadi jengah dengan tuntutan ini itu. Kami, yang seharusnya bisa berekspresi dengan bebas, menjadi terkekang dengan harapan-harapan kalian untuk mempunyai cowok yang hebat. Kami sudah memberikan apa yang kami minta untuk kalian, jadi berikan sedikit apresiasi dan atensi untuk kami.

Jadi untuk para cewek kecoak tanya sekali lagi. BOLEHKAH COWOK MENANGIS?

Tuesday, May 29, 2012

(29 Mei 2012) Coba Bayangkan Sendiri #31harimenulis

(Berjalan menuju kamar mandi)

*dug dug dug dug....*

*ceklek. Krieeeeettt...*

*zzzzztttt.... Cuuuuurrrr...*

Ah melegakan sekali....

*zzzzttt.. byur.... byur... byur...*

(Berjalan menuju kamar)

*sruk.... sruk.... sruk... Brughh*

Selamat tidur semuanya.

Monday, May 28, 2012

(28 Mei 2012) Moccachino Float #31harimenulis

Entah kenapa, satu gelas moccachino float tadi berhasil mematikan otakku seperti komputer yang sedang reboot. Lalu teringat janji beberapa bulan yang lalu. Janji yang seharusnya indah jika ditepati, tapi keegoisan bermodus kebahagiaan dari dirinya telah berhasil menghancurkan janji itu sampai ke partikelnya. Sekarang, apa yang aku punya? Setidaknya aku beruntung jika kesepian masih setia memelukku dari belakang, bahkan pelukannya lebih akrab dari kawan-kawanku sendiri.

Kembali ke janji. Dia. Suatu hari pernah berjanji akan menyuguhkan minuman kesukaanku, moccachino float, untukku. Aku yang memang tergila-tergila dengan minuman yang tidak jelas bagi pandangan orang umum hanya bisa memberinya anggupan dengan muka childish.

Tapi sekarang tidak perlu lagi mengingat hal yang klise seperti itu. Aku yang notabenenya bermusuhan dengan para masa laluku, sekarang hanya ingin berdamai. Ingin kurangkul lagi mereka dan berharap aku akan menjadi salah satu dari mereka, yang tersenyum, yang tertawa, yang bisa memberi lelucon garing.

Dan tegukan lain dari moccachino float telah berhasil membuatku kembali ke duniaku sekarang. Dan akupun hanya tersenyum, lalu melanjutkan menghabiskan moccachino float yang tersisa.

Sunday, May 27, 2012

(27 Mei 2012) Inner Beauty #31harimenulis

Cantik itu apa? Pintar dandan? Pandai bergaya? Suka tebar pesona? Kelihatan agak sedikit “gatal”? Dan berbadan seksi? Jika itu yang ada di pikiran kalian saat mendengar kata “cantik”, kecoak yakin tempat nongkrong kalian ada di sekitar Sarkem, atau yang lebih elit mungkin di Doli-Doli. Karena apa? Karena “cantik” yang ada di pikiran kalian bisa disamaratakan dengan pelacur. Cantik tapi tak berharga.

Oke, lupakan dulu soal pelacur. Kembali ke cantik. Cantik itu adalah ketika kau merelakan kukumu rusak hanya untuk menolong mengambil layangan di atas pohon. Cantik itu adalah ketika kau tidak takut kosmetikmu luntur hanya untuk menolong nenek menyeberang di cuaca yang panas. Sudah mulai menangkap apa yang kecoak mau?

Ya, inner beauty, alias kecantikan dari dalam. Zaman sekarang cantik secara fisik itu seperti mencari jerami ditumpukan jerami. Banyak sekali. Saat kita jalan-jalan di mall, tengok kiri kita lihat cewek cantik, tengok kanan kita lihat cewek cantik, tengok belakang kita lihat cewek cantik, tengok ke depan kita nabrak orang (abis jalannya meleng, sih). Tampaknya sinetron terbilang sukses untuk membentuk pikiran orang Indonesia, bahwasanya cantik itu cukup dilihat dari fisiknya saja.

Kebalikan dengan inner beauty. Mencari cewek yang hatinya seputih berlian dan semulus batu pualam seperti mencari jarum di tumpukan jerami, tetapi kemudian jarumnya dipindah ke dalam tanah. Susah banget. Karena untuk menilai hati kita tidak bisa dengan sekali melihat langsung bisa menentukan, tetapi dengan pendekatan dan pengenalan lebih lanjut (serta sedikit keberuntungan).

Jadi, kalian pilih yang mana? Pilih yang cantik fisik? Atau yang cantik sifatnya? Kalau kecoak sih milih dua-duanya. Hahahaha..


(Tambahan: Bagi yang berpacaran malam ini diharap memiliki rasa toleransi agar para jomblo-jomblo abadi tetap setia dengan statusnya. Terima kasih.)

Saturday, May 26, 2012

(26 Mei 2012) I Hate Convoys #31harimenulis

Untuk para peserta konvoi, setidaknya hargailah orang yang butuh ketenangan. Dengan enteng sambil tertawa lepas menggembor-nggembor sepeda motor sesuka kalian. Kalau kalian ingin ramai, pergilah ke hutan. Kalian akan teriak semau kalian sambil dimangsa singa. It will fun, they said. Really. Atau kalau kurang sekalian ke neraka. Kalian akan mendengarkan “keramaian” sembari disiksa Malaikat Malik serta antek-anteknya.

Kecoak tahu kalian hanya ingin mengekspresikan kegembiraan. Tapi salah besar cara kalian. Berkonvoi membuat macet jalan serta memakai baju penuh coretan? Anak autis pun bisa lebih beradab dari yang kalian kakukan. Kecoak jadi sangsi kalian lulus dengan cara baik atau dengan cara kotor.

Ingat, lulus cuma satu langkah super kecil dalam hidup kalian. Kalau dari awal kalian sekali ada kesenangan langsung ekspresif seperti ini berarti mental kalian selemah kerupuk yang dijemur. Bahasa Jawanya mlempem. Coba kalau kalian sedih? Bisa-bisa kalian mengurung diri di kamar selama tiga puluh hari tanpa makan minum dan setelah pintu kamarnya dibuka kalian sudah gantung diri.

Jadi jangan ulangi lagi kejadian seperti itu, kalau kalian masih punya kepedulian sekitar dan masih punya harga diri yang bisa dijaga.


Tertanda: Orang yang sakit kepala gara-gara bunyi yang bising dari konvoi kelulusan SMA.

Friday, May 25, 2012

(25 Mei 2012) Kegagalan dan Diri Kita #31harimenulis

Kegagalan datang dari sendiri, bukan dari orang lain. Meskipun kita melakukan saran-saran dari orang lain yang (sialnya) menjerumuskan kita kedalam kegagalan, tetap saja yang melakukan itu semua adalah kita. Jadi jangan salahkan orang lain dan jangan pula menyalahkan diri sendiri. Jadikan itu bahan intropeksi agar tidak terjadi kedua kalinya. Keledai saja tidak pernah terjatuh di lubang yang sama, masak manusia iya?

Kegagalan datang dari sendiri, karena pikiran kita yang dar awal sudah tercetak bahwa kita pasti gagal. Meskipun motivator sekelas Mario Teguh sampai psikologi umum memberikan wejangan-wejangan tapi kalau otak kita menolak untuk menerimanya sama saja sia-sia. Buktikan bahwa kita yang mengendalikan pikiran kita, kemudian bentuk pemikiran bahwa kita adalah pribadi yang sukses. Jika itu terjadi, ucapkan selamat tinggal kepada kegagalan.

Jadi pertanyaannya sekarang adalah, seberapa dekat kita dengan kegagalan?

Thursday, May 24, 2012

(24 Mei 2012) Tidak Apa-Apa Menjadi Apa-apa #31harimenulis

Kecoak tidak ingin menjadi apa-apa, agar bisa menjadi apa-apa bagi orang lain. Seperti layaknya Tuhan. Kita mempunyai pemikiran bahwa Tuhan adalah Dzat yang memang almighty. Tuhan bisa menjadi apa-apa bagi orang lain. Tuhan bisa menjadi penerang, pedoman, pemberi inspirasi bagi orang lain. Tapi memang kita tahu? Kita mempunyai pemikiran bahwa Tuhan itu almighty karena kita tahu atau karena kita tidak tahu siapa itu Tuhan? Bukannya kecoak ingin membiaskan Tuhan. Kecoak hanya mengambil Tuhan sebagai contoh. Kecoak hanya ingin memberikan sesuatu yang positif bagi orang lain.

Kecoak tidak ingin menjadi apa-apa, agar bisa tahu untuk apa kecoak itu ada. Seperti Sidharta Gautama yang melepaskan diri dari istana, dari statusnya sebagai pangeran, dari hidupnya yang serba ada, hanya untuk tahu apa itu hidup dan untuk apa dia hidup. Dan akhirnya dia mendapatkan pencerahan. Seperti itu maunya kecoak. Agar mendapatkan pencerahan.

Dan terakhir, kecoak tidak ingin menjadi apa-apa, agar kecoak bisa tahu apa yang kecoak butuhkan. Karena yang tahu tentang diri sendiri adalah kecoak sendiri. Orang lain bisa memberi cap bagaimana sesosok kecoak itu. tapi tetap yang merasakan kecoak sendiri. Karena itu, kecoak tidak ingin menjadi apa-apa yang diharapkan orang lain, agar kecoak ingin tahu apa yang dibutuhkan dan diharapkan oleh kecoak sendiri.

Wednesday, May 23, 2012

(23 Mei 2012) Kepo Itu Tidak Perlu Tapi Perlu #31harimenulis

Kamu kenapa kok kepo banget?”

Jangan munafik jika kalian belum pernah diserang dengan kata itu, atau mungkin hampir mirip. Jika belum pernah mungkin kalian adalah makhluk paling acuh sedunia. Karena orang (terutama orang Indonesia) sukanya ikut campur masalah orang. Entah karena saking pedulinya atau karena tidak punya kegiatan lain membuat kegiatan kepo ini seperti jamur di musim hujan. Rame banget.

Dari tadi kecoak belum menjelaskan arti kepo ya? Baiklah, kepo atau kelakuan polisi (seperti biasa menurut kecoak) adalah kegiatan orang yang ingin mencari tahu masalah orang lain. Nah, kadang orang memang aneh. Jika sedang ada masalah dan tidak ada yang peduli, dia pasti akan berpikir tidak ada yang peduli dengannya. Tapi ketika ada yang berusaha mencari tahu tentang masalah dia, pasti akan dianggap terlalu ikut campur atau kepo. Nah yang jadi pertanyaan adalah apa kepo itu penting? Mengingat tempatnya yang tidak bisa dianggap benar tapi tidak bisa juga dianggap salah.

Kalau menurut pandangan umum, kepo itu penting asalkan bisa menempatkannya di tempat yang tepat. Dari yang ditulis diatas tadi bisa disimpulkan kalau kepo bisa membantu orang tapi juga bisa membuat gerah orang. Jadi alangkah baiknya kalau kita bisa menempatkan kepo sesuai tempatnya. Misalnya kita bisa mencari tahu masalah orang itu saat dia sudah tenang dan bisa mengendalikan emosinya, jadi kalau kita mencari tahu masalahnya walaupun dengan sedikit memaksa, orang itu tidak akan langsung marah, bahkan bisa juga langsung membeberkan masalah yang dihadapinya.

Tapi kalau menurut kecoak, kepo itu tetap perlu dimanapun dan bagaimanapun situasinya. Karena walaupun kepo memang agak, oke mungkin memang menyebalkan. Tapi dengan kepo setidaknya kita bisa membantu untuk menyelesaikan masalah orang lain, terlepas dari orang itu mau menceritakan masalahnya atau tidak. Setidaknya kita sudah berusaha membantu orang lain.

Kenapa kecoak bisa tahu semua ini? karena kecoak memang orangnya kepo.

Tuesday, May 22, 2012

(22 Mei 2012) Kopi Pahit #31harimenulis

Ya, agenda hari ini, khususnya malam ini, adalah bermimpi bagaimana rasanya meminum kopi pahit di tengah kerumunan yang begitu mempedulikan kecoak ini. Kecoak ingin sekali meminum kopi pahit karena kecoak tidak bisa hidup sehari tanpa kesusahan. Biar kecoak tahu bahwa kecoak adalah benar-benar “mortal”. Biar kecoak tahu bahwa hidup kecoak tidak selamanya akan berakhir dengan bahagia. Setidaknya mulai sekarang kecoak ingin merasa sakit, lalu membuat antibiotiknya, dan akhirnya akan merasa terbiasa dengan rasa sakit. Ini mungkin terdengar gila ataupun klise, tapi bagaimana kita bisa hidup dalam kebahagiaan tapi kita tidak tahu bagaimana rasanya sakit?

Ya, kopi pahit adalah substitusi sekaligus resolusi bagi kecoak tentang bagaimana rasa sakit. Entah kenapa, kopi pahit bisa membalikkan kecoak saat kecoak saat merasa sakit, saat kecoak sedang jatuh, dan sesuatu seperti itu. Lama kecoak pikir, semua masalah pasti sisi positifnya. Sama seperti garis perak di awan mendung sekalipun, satu seruputan kopi pahit bisa memberikan kecoak suatu masalah sekaligus penyelesainnya.

Ya, dan sekarang kecoak sedang merasa jatuh. Dan kecoak butuh kopi pahitnya sekarang. Tolong...

Monday, May 21, 2012

(21 Mei 2012) Some People Changed, Some People.. Umm.. Okay.. #31harimenulis

Iseng-iseng kecoak membuka catatan facebook milik kecoak. Dan kecoak menemukan catatan satu ini.

"Tangan.. Tangan siapa ini?

Mata.. Mata siapa ini?

Rasa.. Rasa apa ini?

Begitu dingin dan beku. Hingga ku tak lagi kenal rasa hangat. Kemana dulu rasa yg menghangatkan itu? Siapa yg membawanya? Kau.

Kau begitu indah. Hingga semua bunga di taman seperti rumput ilalang.

Kau mengajariku bagaimana merasakan. Semua tak ada apa-apanya dibanding perilakumu. Tp beritahu knp kau harus pergi? Dg semua yg pernah kita alami? Waktu.. Sepertinya kita kehilangan itu semua.”

Oke... Kecoak pikir waktu itu kecoak sedang sedih. Jadi wajar saja jika membuat catatan seperti ini. Belum sampai ke tingkat alay. Syukurlah.. fiuuuhh...

Lalu semakin ke dalam kecoak mengobrak-abrik catatan, lalu kecoak menemukan ini. Here we go...

Mgkn aq bkanlh org yg kekal. Tp aq jg tkut dg dtgNa ajal. Bs aj swktu" dtg shinigami tnpa ba bi bu lgsg mncabut nyawaq sprti layangan yg ptuz.

Aq gk tw smpe kpn aq hdup d "bumi" ini. Mgkn aj bsok aq mti,mgkn lusa,ato aq gk akn mti. Tp gk ad yg abadi. Q tkut nasibq akn jd sprti sisifus yg mengangkat batu k puncak gunung hanya utk djatuhkn lgy kbwh. N dangkt lgy. Trz.. Sprti roda khdupn yg stagnan tp tak akn mati.

.

Mgkn bnr kta" org yg tlh trkubur. "jka mw mati,matilah. Jka mw hdup,hduplh. Tp jgn mmbwt org yg u syng mrsa sdih.."

Tak ad slhNa kta" i2.

Dafuq! Ternyata dulunya kecoak alay!!

Sunday, May 20, 2012

(20 Mei 2012) Perbedaan dan Analoginya #31harimenulis

Perbedaan, bagi kecoak itu seperti menuangkan susu di atas roti. Kita bisa menaruh margarin, selai, coklat, atau keju. Jarang bahkan tidak ada yang mau menuangkan susu ke roti karena akan tumpah. Tapi tetap sepadan karena akhirnya mendapatkan rasa yang tidak lazim dan enak. Itulah perbedaan. Seperti apapun kita melintas di jalan yang berbeda tetap saja akan menghasilkan sesuatu yang baik.

Perbedaan, bagi kecoak adalah seperti seorang sales yang mempromosikan produk dagangannya. Si sales akan terus dan terus berusaha promosi agar produknya dibeli. Itulah perbedaan. Meskipun kita berdebat dan terus berdebat, kita hanya mempunyai satu tujuan, yaitu “mempromosikan” apa yang kita anggap benar. Sehingga pada satu titik tertentu akan ada yang mengalah dan ada yang berhasil mempromosikan kebenaran miliknya sehingga terjadi suatu kesamaan.

Perbedaan, bagi kecoak adalah seperti minum es jeruk di hari yang panas. Se-asam apapun es jeruk, tetap akan terasa segar di hari yang panas. Itulah perbedaan. Meskipun kita begitu benci dengan perbedaan, tapi tetap munafik kalau kita bilang kita tidak membutuhkan perbedaan. Perbedaan ada untuk menentukan mana yang baik untuk jalan keluar dan mana yang kurang baik untuk jalan keluar. Karena memang itu yang menjadi inti dari perbedaan, untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Dan bagi kecoak, perbedaan seperti makan di angkringan Satari. Sederhana, simpel, tapi enak sekali. Hahahaha....

Saturday, May 19, 2012

(19 Mei 2012) The Duplicate of Four #31harimenulis

Angka 4 adalah angka sial dalam kebudayaan Jepang, karena angka 4 dalam bahasa Jepang berarti shi yang bisa diartikan juga sebagai mati. Untuk itulah kenapa banyak sekali yang menghindari penggunaan angka ini. Contohnya saja anime-anime dari Jepang, lihat saja tokohnya. Kebanyakan terdiri dari 1, 2, 3, dan 5. Jarang sekali ada tokoh yang terdiri dari 4 orang.

Entah ini sial atau anugerah, atau mungkin anugerah yang sial, kecoak mempunyai hubungan yang erat dengan angka 4. Kesialan pertama, kecoak lahir pada tanggal 4. Kesialan kedua, kecoak lahir pada bulan keempat, yaitu April. Sudah menjadi double jinx bukan? Meskipun kecoak tidak percaya dengan sesuatu-yang-tidak-bisa-diukur seperti itu, tapi entah bagaimana, tiap tahun bulan April selalu memberikan “anugerah yang “sial” untuk kecoak. Intinya dalam bulan April kecoak memang mendapatkan kesenangan, tapi tidak lama kecoak pasti akan mendapat kesialan.

Ini contohnya, sekitar tahun 2009. Tanggal 4 April kecoak mendapatkan kado yang tidak akan terlupakan. Sudah menyiapkan semua rencana agar bisa menghabiskan waktu dengan pacar, tapi tepat saat itu juga dia minta putus. Itu cuma salah satu contoh saja, kawan. Tidak enak untuk diceritakan semua.

Tapi seperti sudah menciptakan antibodi lalu membuat tubuh menjadi kebal, kecoak sudah menganggap anugerah yang sial ini sebagai hal yang biasa saja. Biarlah Tuhan saja yang menyusun nasib kecoak seperti puzzle yang rumit, karena kecoak tidak memiliki kuasa atas hal itu. Bahkan, menurut kecoak puzzle itu tidak akan bisa disusun Tuhan dan tetap menjadi sesuatu yang rumit yang kecoak dinamakan “The Duplicate of Four.”

Friday, May 18, 2012

(18 Mei 2012) Keluarga #31harimenulis

Kalian pernah menonton film Slumdog Millionaire? Kalau belum cobalah tonton. Kecoak yakin tidak akan ada yang bisa tidak menangis, atau minimal miris hatinya. Di film itu ada satu adegan dimana Salim rela mati ditembak agar saudaranya, Jamal bisa bersatu lagi dengan Latika. Lalu ada satu lagi adegan dimana ibunya Jamal dan Malik menyuruh anaknya kabur saat kerusuhan antara kaum Hindu dan Islam. Mungkin kalian bingung, sebenarnya apa yang akan kecoak katakan ini? Apa yang akan kecoak analogikan di film ini?

Sehari yang lalu, ada teman kecoak yang ingin ikut menumpang di rumah kecoak. Alasannya agar lebih dekat ke kampus. Dan dia membawa keluarganya untuk melihat-lihat rumah kecoak. Sebagai makhluk yang beradab tentu kecoak memperlakukan mereka sebagai tamu yang baik (kecuali soal menyuguhkan minum. Itu yang tidak kecoak lakukan. Alasannya? Repot. Hahaha...). Disitu kecoak bisa melihat bagaimana keluarga yang “benar-benar menjadi sebuah keluarga.” Sudah mulai tahu apa yang akan kecoak katakan?

Ya, keluarga. Tidak ada yang tidak punya keluarga di dunia ini, entah itu keluarga kandung, keluarga angkat, ataupun keluarga yang tidak “formal”, definisinya (seperti biasa, menurut kecoak) yaitu keluarga yang terbentuk karena lingkungan. Bahasa Indonesianya keluarga karena kebiasaan, seperti keluarga berdasar sesama pekerjaan, atau bisa juga pertemanan, yeah, something like that.

Lalu pertanyaannya, bagaimana hubungan kalian dengan keluarga? Apa baik-baik saja? Atau sebaliknya? Pernah tidak kalian berada dalam satu situasi dimana kalian merasa “hening” di keluarga kalian? Seperti kalian ada tapi tidak dianggap, pernah merasa seperti itu? Kalau memang pernah, kalian punya masalah (pinjam kata-katanya salah satu dosenku. Hahaha...).

Mungkin sudah banyak yang bilang seperti ini “keluarga itu bagaikan sebuah kapal besar. Dimana ayah adalah nahkoda, ibu adalah navigator, dan anak-anaknya adalah kru kapalnya. Jika satu saja tidak bisa bekerja sama, tenggelamlah kapal itu.” Memang benar, karena ada satu saja anggota keluarga yang “menyimpang” dari perannya, bisa dipastikan keluarga itu tidak akan lama lagi utuhnya. Jadi alangkah baiknya jika kalian ada masalah dengan keluarga, ajaklah mereka keluar, menghabiskan waktu bersama, menjelaskan masalah yang sedang terjadi, dan akhirnya menyelesaikannya. Jangan cuma diam dan menunggu anggota keluarga lain yang memulai. Diam tidak selalu bisa menyelesaikan keadaan, bahkan bisa membuat situasi lebih buruk lagi.

Jadi bagi kalian yang sedang masa-masa keheningan dalam keluarga, berhentilah membaca tulisan ini dan berlarilah ke orang tua kalian untuk membicarakan masalahnya. Awalnya agak, oke mungkin sangat menakutkan. Tapi itu sepadan karena akhirnya kalian bisa berhenti untuk tidak menganggap ada anggota keluarga lain. Hope you have a good family. Adios...

Thursday, May 17, 2012

(17 Mei 2012) Melamun Itu Sehat #31harimenulis

Untuk beberapa alasan, kecoak selalu (bisa) meluangkan 24 jam dari harinya untuk melamun. Entah itu sekadar untuk membunuh waktu atau intropeksi diri (yang jarang sekali kecoak lakukan). Sehari pernah tidak melamun, dan hasilnya kecoak menjadi stress dan uring-uringan kayak kena racun serangga. Entah mau kapan melamun bakal dimasukkan ke dalam daftar zat adiktif.

Melamun bagi kecoak adalah hal yang dapat menahan kecoak agar tetap “waras”. Seperti yang sudah kecoak bilang, sehari tidak melamun kecoak bakal langsung stress. Entah kenapa itu bisa terjadi tapi itu memang benar. Mungkin setelah ini kecoak memang harus pergi ke dokter jiwa. Buat berjaga-jaga saja...

Melamun bagi kecoak adalah salah satu cara yang ampuh untuk tahu keadaan diri sendiri. Ketika kecoak sedang murung atau sedih, daripada kecoak marah-marah tidak jelas dan teriak-teriak seperti hyena kelaparan, mending kecoak mencoba untuk memahami diri sendiri kenapa kecoak bisa marah. Iya gak? Marah itu boleh saja, asal tahu tempat dan tahu alasan.

Dan terakhir, melamun bagi kecoak adalah trigger untuk mengingat masa lalu. Kata orang, kalau ingin sukses di masa depan harus bisa berdamai dengan masa lalu, entah itu sejarah kelam atau damai (kalau damai tidak perlu berdamai lagi, lah...). Dengan terus mengingat-ingat masa lalu, kecoak mungkin bisa berdamai dengan masa lalunya.

Ya sekian ini yang bisa kecoak tulis. Kecoak mau melamun dulu. Selamat malam. Selamat menjadi diri sendiri.

Wednesday, May 16, 2012

(16 Mei 2012) Arti Nama Kecoak #31harimenulis

Sudah banyak tulisan yang aku buat, mulai dari yang garing banget sampai ngalahin garingnya ayam tepung, hingga cerita yang tidak jelas seperti dulu mana ayam dengan telur. Tapi aku belum pernah menjelaskan kenapa pakai nama kecoak ya? Hahahaha... Kalaupun kalian tanya itu beberapa waktu lalu mungkin aku cuma bisa jawab, “entahlah.” Karena dulu memang aku hanya asal ambil comot saja itu nama. Waktu itu ada kecoak lewat langsung aja aku ambil untuk nama. Sesimpel itu memang. Hahahaha....

Tapi setelah dipikir-pikir (lima menit sekarang), ternyata tidak ada jeleknya juga aku ambil nama kecoak. Bayangkan saja, kecoak walaupun kepalanya sudah pisah dari badannya, tetap dia menjalani hidupnya layaknya punya kepala (tapi tetap tidak makan) selama 7 hari. Itu memberikanku penggambaran meskipun hidup kita sudah di masa kritis, tetap jalani saja. Karena memang tidak ada yang bisa kita lakukan selain itu. Tidak perlu mengeluh kenapa hidup terasa berat, karena keringanan tidak semudah gerutuan yang keluar dari mulut kita. Kadang lebih enak untuk melupakan masalah yang ada daripada meratapi masalah yang tidak pernah kelar. Sekali lagi seperti kecoak, meskipun kepalanya putus, dia tidak pernah menggerutu dengan takdirnya. Meskipun pada akhirnya mati, tetap dia tidak akan menyesal, karena itu takdirnya.

Jadi walaupun hanya sebagai formalitas, tapi tidak perlu kalian kenal siapa aku. Tidak penting siapa aku, yang terpenting adalah bagaimana aku bisa berpengaruh untuk kalian. Apa aku bisa memberi kalian sisi positif? Atau malah sisi buruk? Itu hanya kalian sendiri yang bisa menentukan. Tapi satu yang pasti, kalian bisa panggil aku kecoak disini. Salam kenal....

Tuesday, May 15, 2012

(15 Mei 2012) Flirtatioship #31harimenulis

Pernah tidak kalian menganggap punya hubungan dengan crush kalian tetapi kenyataannya kalian tidak lebih dari sekadar teman? Atau mungkin kalian dan crush kalian saling menggoda, saling mengirim kata-kata yang menyentil daerah-daerah romantis, tetapi pada kenyataannya kalian bukan (atau tidak bisa menjadi) pacaran? Bagaimana rasanya? Relatif sebenarnya. Bagi orang yang pikirannya sudah diatur kalau hubungan-di-dunia-ini-cuma-ada-teman-dan-pacar mungkin akan sakit untuk menerimanya, tapi mungkin bagi orang yang pikirannya pacaran-itu-tidak-penting atau orang-orang yang forever alone hal itu sudah menjadi biasa di hati mereka.
Kecoak menyebut hubungan itu flirtationship. Seperti namanya, ketika seseorang flirting dengan gebetan, respon si gebetan positif. Dia memberikan kesempatan bagi orang itu untuk lebih maju lagi. Tapi orang itu sadar kalau dia dan si gebetan tidak akan bisa lebih dari sebuah teman.
Kecoak sekarang sedang terjebak di zona itu. tapi entah kenapa kecoak menyukai ini daripada pacaran. Sering, bahkan selalu tiap malam kecoak sering konek dengan teman ceweknya. Awalnya memang biasa. Perasaan kecoak dan dia biasa saja, berkenalan, ngobrol-ngobrol ringan, diselingi humor juga pastinya (kecoak kan orang, eh hewannya humoris. Hahaha...). Ketika sudah akrab, hal-hal pribadi mulai dimasukkan dalam percakapan, cerita tentang keluarganya, cerita tentang hidupnya, cerita tentang pacarnya. Mulai ini kecoak sudah merasakan tanda-tanda kalau si dia sudah mulai “memasukkan” kecoak ke “lingkaran dalamnya”. Ini yang kecoak mulai khawatir. Dan akhirnya (biasanya waktunya tiba-tiba), si dia mengutarakan ketertarikannya kepada kecoak. Di satu sisi kecoak merasa senang masih ada yang tertarik dengan kecoak, tapi di satu sisi kecoak merasa berat juga. Mengorbankan kebebasan demi pacar? Kecoak rasa itu tidak sepadan. Setelah pacaran terakhir beberapa bulan lalu, rasanya pacaran sudah menjadi hal yang membosankan bagi kecoak. Jadian, pacaran, melewati waktu bersama, bertengkar, tidak ada yang mengalah, putus. Kecoak berpikir kalau kecoak pacaran lagi sama saja kecoak masuk ke dalam lingkaran setan.
Itulah kenapa kecoak lebih memilih flirtationship untuk sekarang. Selain kecoak bisa bebas dari lingkaran setan, kecoak juga lebih leluasa mengerti bagaimana sifat-sifat cewek. Bagaimana menghadapi cewek yang childish, atau bagaimana menghadapi cewek yang sedang sedih. Suatu saat kalau ada waktu (dan modal) kecoak akan menerbitkan buku berjudul “Persamaan dan Pertidaksamaan Cewek dan Rumus Penyelesaiannya”.
Jadi inti dari posting ini adalah si kecoak cuma mau cerita aja. Semoga tidak ada pelajaran menarik yang bisa diambil dari sini. Hahahaha.... Adioooosss...

Monday, May 14, 2012

(14 Mei 2012) Self Disclosure #31harimenulis

Iseng-iseng kecoak membuka dokumen di laptop usang ini, dan kecoak menemukan harta karun yang sangat jelek. Langsung saja dilihat, kawan.

Self disclosure atau penyingkapan diri. Terasa asing ya di telinga? Seperti itu pula yang saya dapatkan pertama kali saat mendengarnya. Tetapi ternyata arti dari makna tersebut sangat mengena dengan diri saya. Karena ini menyangkut masalah saya yang sudah lama belum terselesaikan. Mengapa bisa penyingkapan diri ini menjadi sebuah masalah bagi saya? Baik, sebelumnya saya akan menjelaskan apa itu penyingkapan diri sesuai yang saya tangkap. Penyingkapan diri adalah bagaimana seseorang menyingkapkan atau menceritakan sesuatu yang sifatnya pribadi ke orang lain. Terlebih jauh lagi apakah seseorang tersebut bisa menceritakan hal pribadinya kepada semua orang, sebagian orang, atau bahkan tidak kepada seorangpun.

Seperti itulah masalah saya. Di satu sisi saya selalu merasa tidak bisa membuka diri saya kepada orang lain. Saya selalu merasa minder dan memikirkan hal-hal yang buruk sebelum memulai sebuah interaksi dengan orang lain. Rasa takut, gugup, dan canggung selalu saja datang ketika saya akan memulai sebuah komunikasi. Bahkan terhadap teman sendiri pun saya masih merasa canggung. Mungkin karena perasaan saya yang sudah diatur untuk susah mempercayai orang lain, karena dulu saya pernah ditipu dengan teman dekat saya sendiri. Karena masalah uang yang tidak seberapa, teman saya tega menjerumuskan saya ke dalam masalah. Meskipun masalahnya sudah selesai, tetapi saya belum bisa mempercayai lagi teman saya tersebut. Hal itu kemudian membekas di pikiran saya. Saya menjadi susah untuk percaya dengan orang lain, karena saya takut akan terulang lagi kejadian seperti itu. Itulah yang menyebabkan saya susah untuk membuka diri kepada orang lain. Tapi di sisi lain, saya sering dianggap sebagai pendengar yang baik. Seringkali teman-teman menghubungi saya untuk sekadar ngobrol tentang uneg-unegnya, atau bahkan ada yang sampai curhat tentang semua hal yang terjadi pada teman saya. Mereka bilang saya selalu bisa menjadi pendengar yang baik dan pemberi nasihat yang baik. Kenapa bisa seperti itu? Karena saat ada teman yang cerita tentang masalahnya, saya selalu memposisikan seandainya saya berada di posisinya, sehingga saya bisa mengerti apa yang dia rasakan dan apa yang menyebabkan masalah tersebut menjadi begitu pelik untuk dirinya. Akhirnya setelah bisa memahami posisinya, saya memberikan beberapa saran yang mungkin bisa membantu menyelesaikan masalahnya.

Seperti inilah masalah saya tentang penyingkapan diri. Di satu sisi saya merupakan pembicara yang buruk, di sisi lain saya dianggap pendengar yang baik. Saya kadang takut jika membiarkan masalah ini berlarut-larut, saya akan merasa tertekan dan susah untuk mengatakan apa yang saya rasakan. Tidak enak juga selalu mengerti apa yang dialami orang lain tetapi tidak ada yang mengerti apa yang kita rasakan.

Saturday, May 12, 2012

(13 Mei 2012) Definisi Blog Menurut Kecoak #31harimenulis

Biasanya jika ada sesuatu yang baru itu harus ada selamatan, ya minimal makan nasi tumpeng atau sekadar pemotongan pita. Tapi hal seperti itu hanya terjadi pada benda minimal dua dimensi ke atas. Kalau blog? Jangankan memiliki dimensi, mendefinisikan blog saja adalah sesuatu yang hampir mustahil. Blog memiliki ruang? Tidak. Blog bisa disentuh? Juga tidak. Susah ya mendefinisikan sesuatu yang umum tapi absurd?

Jadi blog itu apa? Entahlah, tapi bagi kecoak blog memang tidak perlu ruang, tidak perlu disentuh. Blog cukup dilihat saja, sebagai tempat kecoak untuk membentuk dunia sendiri, tempat kecoak membuat to-do-list akan mimpi-mimpi, dan membuat kecoak tenggelam ke dalam banyaknya piksel yang berkonspirasi membentuk sebuah halaman. Ya, itulah blog. Itulah blog kecoak.

Ya mungkin dengan blog ini cita-cita kecoak yang banyak bisa terpenuhi satu-satu, siapa tahu. Tapi yang pasti, selamat datang di blog kecoak. Dimana kita harus menjadi diri sendiri untuk mengunjunginya.

(12 Mei 2012) Ada Udang di Balik Bakwan #31harimenulis

Seperti biasa, matahari selalu bersinar terik di sekitar Yogyakarta International School pada jam-jam seperti ini. Suhu yang mencapai tiga puluh sembilan derajat celcius membuat orang-orang malas melakukan aktifitasnya di jalanan. Bahkan anjing pun malas untuk sekadar berjalan-jalan seperti biasanya dan memilih untuk tiduran di pinggir jalan dengan pandangan sayunya.

Dari dalam gang muncul sesosok orang yang sedang berlari-lari menghindari matahari. Kepalanya yang botak membuat orang tak bisa mengacuhkannya begitu saja, karena silau sinar matahari yang terpantul dari kepala botaknya. Dengan napas terengah-engah, dia mengganti tempo kakinya dari berlari menjadi berjalan. Alas sepatu yang sudah tipis menandakan bahwa perlu ada regenerasi sepatu untuk kakinya. Tapi si pemiliknya tetap kukuh tak akan mengganti sepatunya. Katanya untuk keberuntungan.

“Hei Bono. Mau kemana? Kesini!” teriak orang dari dalam tenda angkringan.

Si kepala botak segera celingukan dan mencari darimana asal suara yang memanggilnya. Setelah ketemu, dia segera berlari menuju tenda angkringan itu. Untuk menemui orang yang memanggilnya, dan menghindari panas tentu saja.

“Hei Bon. Mampir sini dulu. Diluar sangat panas. Mbul, pesan satu es jeruk untuk Bono. Cepet ya? Si Bono udah kekeringan kayaknya. Hahaha...” kelakar si Odeng sambil memesankan minuman untukku.

Bagai dicocok hidungnya, si Mbul segera buat es jeruk dengan cepat. Lima belas detik kemudian, satu gelas es jeruk sudah tersedia di mejaku. Ah Mbul, kalau otakmu secepat tanganmu membuat es jeruk tentu nasibmu tidak akan berakhir menjadi penjual angkringan. Mungkin kau bisa jadi akuntan, atau profesor, atau orang sukses lainnya. Ah nasib memang seperti angin. Kau tidak bisa menangkapnya, tapi bisa mengarahkannya. Sayangnya kau juga tidak bisa mengarahkannya Mbul...

“Terima kasih, Mbul. Yang ini bayarin ya, Deng?” kataku sambil menenggak habis minumanku.

“Tenang aja, Bon. Makan dan minumlah sepuasmu disini. Mumpung aku sedang baik hati. Hahaha...” kata Odeng.

Aku malas untuk makan. Bukannya tidak enak dengan makanannya. Jujur aku malah suka makanannya, tapi cuaca yang panas ini membuatku hanya ingin minum terus. Aku memesan satu es jeruk lagi kepada Mbul sambil mencomot bakwan udang yang terpampang di baki.

Iseng mataku melirik koran-koran yang tertumpuk di samping Odeng. Karena tertarik langsung aku ambil. Aku baca, aku amati, aku resapi, dan akupun hanya manggut-manggut pada akhirnya.

“Sekarang ini hidup tidak ada bedanya dengan mati, Bon. Orang yang hidup kadang berdoa agar dirinya cepat mati, dan orang sekarat berdoa agar dirinya bisa hidup. Itu yang namanya menyalahi takdir. Dan tak ada bedanya dengan para orang yang menamakan dirinya wakil rakyat. Mereka juga selalu menyalahi takdir. Mereka selalu mengoceh akan selalu menyalutkan suara dan aspirasi rakyat, jadi harusnya takdir mereka adalah untuk menyalurkan suara rakyat. Tapi lihatlah sekarang, mereka menerima suara rakyat, tapi sangat sedikit yang tersampaikan, apalagi yang terealisasikan.” celoteh Odeng sekaligus membuyarkan mataku yang sedang membaca.

“Mungkin lebih ke arah moral kenapa tingkah mereka seperti itu, Deng. Kebanyakan dari mereka menjadi wakil rakyak bukan karena hati mereka yang tergerak untuk menyalurkan suara rakyat, tapi lebih ke otak mereka yang tergiur dengan uang yang bisa mereka peroleh dari jabatan itu.” kataku menanggapi celotehan Odeng.

“Kau benar, Bon. Rasa jujur sekarang makin hari makin hilang dari bumi ini. Banyak orang sering menipu orang lain agar dirinya bisa meraup keuntungan. Padahal jujur adalah alat tukar yang berlaku di semua tempat di dunia ini. Kau bisa tinggal dimana saja kau mau, dan selagi kamu berpegang teguh pada kejujuran, kau tidak harus takut dengan kelaparan ataupun kemiskinan. Karena kejujuran akan mengundang simpati dan setia. Kalau kau jujur, kau akan mengundang simpati dari orang lain, dan rasa simpati itu lambat laun akan menjadi setia.”

“Kapan ya negara ini sadar kalau ternyata dirinya telah dibunuh dari dalam? Kapan ya para wakil rakyat sadar kalau masih ada tanggung jawab moral yang pada hakekatnya membuat mereka menjadi wakil rakyat? Nasib mereka pada akhirnya seperti udang di dalam bakwan ini. Ketika tertangkap, mereka tak akan bisa apa-apa.” aku mulai mengeluh.

“Jangan terburu-buru, Bon. Setidaknya kita bisa mulai dulu dari yang kecil. Kita bisa mengubah diri kita untuk menjadi orang yang lebih baik lagi. Jika semua orang berpikiran sama seperti kita. Tentu negara ini akan segera bangkit dari keterpurukan.”

Percakapanku dan Odeng semakin berlanjut. Dimulai dari dua gelas es jeruk menjadi belasan gelas. Dari beberapa gorengan menjadi belasan gorengan. Tetap saja pembicaraan kami makin berlanjut dan makin serius, hingga kudengar adzan berkumandang. Aku langsung pamit pulang pada Odeng dan Mbul. Tapi aku lupa akan satu hal. Apa yang sebenarnya akan aku lakukan tadi siang? Rasanya bukan untuk mampir ke angkringannya si Mbul. Apa ya? Ah biarlah. Mungkin nanti aku akan ingat.

Friday, May 11, 2012

(11 mei 2012) emptiness is (always) mainstream #31harimenulis

Kali ini kecoak tidak akan cerita apa-apa, ataupun menulis tentang kisah sedih, senang, susah, mudah, atau apa saja. Entah ini tulisan apa, itu hak kalian untuk menilai. Kecoak hanya menulis apa yang kecoak rasakan atau yang tidak dirasakan. Ya, memang tidak ada yang kecoak rasakan hari ini. Ya, tidak-ada-yang-dirasakan, alias hampa, alias hambar, atau apalah sesuka kata kalian menyebutnya. Tapi kecoak lebih suka menyebutnya kosong.

Apa itu kosong? Kosong adalah angka sebelum satu, benar. Kosong adalah ketika kita melihat isi dompet kita akhir bulan (bagi yang kos pasti paham), itu tidak salah juga, tapi bukan soal dompet atau angka. Kecoak lebih menyambungkannya ke perasaan. Yang kecoak omongin disini adalah kosong ketika kita kangen dengan seseorang tapi kita tidak tahu kangen dengan siapa. Atau juga kosong ketika kita seharian merasa seperti zombie sadar, kita tahu kita tidak melakukan apapun, tapi perasaan (entah kenapa) sedang down sehingga kita mengamini saja saat kita tidak melakukan apa-apa? Membingungkan memang, tapi aku tahu aku bukan yang pertama kali mengalami ini.

Mengerikan bukan? Bagaimana perasaan dapat memanipulasi semua tindakan kita yang awalnya hiperaktif sekalipun menjadi pasif. Itulah yang membedakan kita dengan hewan. Hewan tidak pernah ragu, karena yang mereka butuhkan berbanding lurus dengan yang mereka inginkan. Mereka ingin minum, mereka minum, mereka ingin tidur, mereka tidur. Tidak seperti manusia. Mereka ingin minum, harus berpikir berapa gelas yang akan mereka minum, mereka ingin makan, harus berpikir berapa kalori yang mereka butuhkan. Kadang, alasan-alasan seperti itulah yang membuat kecoak ingin “benar-benar” menjadi hewan.

Tapi bagi kecoak, kosong seperti itu tetap ada manfaatnya. Seperti garis perak di dalam awan, kosong adalah “alat” bagi kecoak untuk mengetahui apa yang kecoak butuhkan saat menjadi zombie. Karena bagi kecoak, sifat impulsif yang muncul dari hasil kekosongan yang menumpuk itu adalah sifat yang lemah. Sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit menggerutu. Mengeluh dan menggerutu tidak akan mengubah apapun. Karena itu cari apa yang kecoak butuhkan, penuhi, dan no more emptiness.

Thursday, May 10, 2012

(10 Mei 2012) Dia #31harimenulis

Dia yang ada.

Tapi tidak berasa.

Tidak berupa.

Hanyalah sebuah “apa” daripada “siapa”.

Dia yang berharga.

Tapi tidak berjasa.

Tidak berbuat.

Hanya mengirim semangat tanpa sebuah aksi.

Dia yang dipuja.

Tapi tidak istimewa.

Tidak berkarya

Hanya merebut sebagian besar tempat di hatiku.

Dia yang dimataku.

Tidak pernah berubah.

Dan tak akan pernah berubah.

Semoga....

Wednesday, May 9, 2012

(9 Mei 2012) Forrest Gump dan Hugo #31harimenulis

Untuk suatu alasan, kadang si kecoak merasa hidup itu adalah sesuatu yang tidak bisa dikaitkan dengan logika. Seperti kata Forrest Gump di filmnya, “hidup itu seperti makan coklat. Kau tidak akan tahu apa yang akan kau dapat saat memakannya, bisa kacang, bisa juga yang lainnya.” Tidak salah memang, karena hidup memang tidak bisa ditebak. Kadang sehari kita bisa jadi pemulung, kadang di hari lain kita bisa jadi raja.

19 tahun kecoak hidup, tapi baru ini bingung hidup itu apa. Lebih tepatnya si kecoak hidup untuk apa? Entah kenapa si kecoak seperti “malas” untuk hidup. Lihat dunia kecoak yang dari pagi sampai malam cuma antara rumah sampai kampus kemudian kembali lagi ke rumah. Kalau diibaratkan dunia itu mesin, dan orang itu adalah bagiannya. Maka kecoak tidak tahu kecoak bagiannya apa dari mesin itu. apa si kecoak itu roda giginya? Apa si kecoak itu pernya? Atau si kecoak rantainya? Meskipun Hugo dalam filmnya bilang kalau semua orang pasti memiliki bagian dan tujuan di dunia ini. Tapi tetap saja, hidup rasanya tidak semudah itu.

Tapi setidaknya dalam hidup kecoak yang tidak tahu bakal lama atau sebentar, kecoak masih bersyukur bisa memiliki teman yang beraneka macam. Teman yang baik untuk membuat kecoak sadar bahwa masih ada yang peduli dengan kecoak. Teman yang selalu mencela untuk menyadarkan kecoak agar bisa berbenah diri. Seperti awan yang selalu memiliki garis perak saat mendung, cari saja sisi positif dalam hidup meskipun saat kelam.

Tuesday, May 8, 2012

(8 Mei 2012) Kalau Laptop dan Handphone Bisa Ngomong #31harimenulis

Bagi kecoak, laptop dan handphone sudah menjadi keluarga sendiri. Bahkan sering kecoak anggap handphone adalah istri pertama dan laptop adalah istri kedua (setidaknya istri seperti itulah yang bisa aku miliki secara sah, poligami pula). Jam ini, kecoak bergumul dengan handphonenya. Mencari “misteri” yang mungkin ada di dalamnya. Beberapa jam kemudian, kecoak mulai berpindah ke laptopnya, untuk menghukum beberapa virus atau menceburkan diri ke dunia maya. Karena itu ketika ditanya apa yang akan kecoak selamatkan dulu kalau terjadi kebakaran? Kecoak jawab laptop dan handphone, karena kalau kecoak mati setidaknya ada “media” yang bisa mengenang kematian si kecoak. So much win.... hahahaha....

Ya, kecoak memang suka dengan hal-hal berbau gadget. Karena untuk beberapa alasan, kecoak memang lebih nyaman hidup di depan layar daripada harus memiliki jarak setengah meter dari lawan bicara. Kadang si kecoak bisa bercerita panjang lebar di depan layar laptop tapi tidak bisa berbicara sebarang lima menit di depan kelas. Memang, si kecoak sering merasa gugup menjadi pusat publik. Itu juga satu alasan mengapa kecoak lebih baik “menghilang” dari kenyataan tapi “ada” dalam kehilangannya.

Akibatnya, sekarang kecoak memiliki dua dunia. Dunia nyata dan dunia di-depan-layar-gadget (kecoak menyebutnya dunia teknis. Jangan tanya kenapa. Kecoak juga tidak tahu. Hehehe...). Dan sampai sekarang pun, kecoak masih sering terjebak dunia mana yang menjadi main world si kecoak? Karena si kecoak sendiri merasa butuh dunia nyata agar bisa tetap waras setelah berkubang di dunia tenis. Tapi kecoak juga membutuhkan dunia teknis karena dirasa bisa sebagai “cermin” bagi kecoak untuk berbicara kepada dirinya sendiri.

Akhirnya, kecoak tetap tidak bisa memberikan gambaran apa yang paling utama buat kecoak. Karena semua dunia yang kecoak tempati membuat kecoak nyaman. Itu cukup bagi kecoak. Memang, tidak ada tempat yang senyaman dunia sendiri. Tidak penting duniamu seperti apa, yang terpenting bagaimana kita dibentuk oleh dunia kita.

Kalau saja laptop dan handphone kecoak bisa ngomong. Bisa-bisa kecoak benar-benar meninggalkan dunia nyatanya dan bergabung dengan dunia teknisnya. Siapa tahu....

Monday, May 7, 2012

(7 Mei 2012) Realita Cinta dan Pacaran #31harimenulis

19 tahun sudah si kecoak hidup, kawan. Senang, susah, sedih, gembira, yang semua itu bisa kita sebut nano-nano (karena rasanya yang macam-macam) sudah kecoak rasakan. Tapi tetap satu yang belum bisa kecoak definisikan, rumuskan, dan aplikasikan. Pacaran, atau lebih umumnya hubungan antara dua orang lawan jenis yang saling terikat oleh perasaan tapi tidak terikat oleh hukum.

Kecoak mulai mengenal pacaran ketika SMA, kawan. Bukan karena pengalaman sendiri. Entah karena kedewasaan atau kesok-tahuan membuat kecoak sering jadi tempat curhat (zaman dulu istilah kerennya jadi tempat sampah, entah karena sering jadi tempat cerita atau memang muka si kecoak mirip tempat sampah). Banyak cerita yang sudah kecoak dengar, mulai dari putus, baru jadian, tapi kebanyakan cerita tentang suka dengan cowok (karena semuanya yang curhat cewek) tapi mereka takut untuk bilang suka. Ujung-ujungnya daripada mereka ketemu malu mending mereka nelan pahit-pahit pil yang namanya cinta dalam hati.

Sampai sekarang, kecoak jadi punya dua sudut pandang soal cinta. Pertama, dari pandangan orang umum. Kecoak ambil sedikit kata-kata dari novelnya Bang Raditya Dika, “jika cinta bisa membuat tahi rasanya seperti coklat, maka patah hati bisa membuat rasa coklat seperti tahi.” Ya, seperti itulah lika-liku orang pacaran. Sudah lama pacaran, senang terus, tanpa ada masalah, eh tiba-tiba datang masalah kecil. Langsung hilang semua senangnya. Tiap hari adanya cuma marah dan marah terus. Dan tidak berlaku sebaliknya, walaupun sudah berusaha keras buat menutup kesalahan sekecil apapun, tetap saja tidak akan bisa mengubah perasaan negatif orang. Begitu hebatnya pasangan untuk mengendapkan rasa negatif meskipun sudah berusah digantikan oleh rasa positif. Meskipun mereka sudah damai dan bersikap biasa saja, tetap rasa negatif itu tidak akan bisa hilang. Dan itu akan menjadi “senjata” mereka ketika ribut kembali. Sudah tidak asing di telinga kita ada pasangan yang ribut tapi masalahnya merambat ke masalah yang dulu-dulu. Aneh memang.

Tapi kecoak tidak bilang pernyataan diatas itu mutlak, lho. Biasanya pasangan yang sudah pacaran lama, mereka mulai berpikir daripada harus bertengkar lama mending mulai mencari solusi untuk menyelesaikan masalah mereka, terlepas dari modus mereka untuk mempertahankan lamanya hubungan mereka atau perasaan mereka.

Ini yang menurut kecoak menjadi masalah. Kalau pacaran itu isinya kalo tidak senang ya sedih, kenapa pacaran menjadi sesuatu yang diinginkan semua orang? Iya kalau senang rasanya memang menyenangkan. Seperti tidak ada lagi yang diinginkan kecuali bersama pasangan. Tapi kalau sedih? Percayalah, itu tidak setimpal rasanya. Karena senang dalam pacaran itu tidak bertingkat. Kalau senang ya senang saja, entah apapun yang dilakukan, tetap saja senang. Beda dengan sedih. Kadang kita sedih sebentar karena masalah sepele, tapi kadang kita bisa sedih banget karena masalah yang besar. Karena itu tadi, pasangan lebih mudah mengendapkan rasa negatif daripada rasa positif.

Kali ini sudut pandang kedua. Sudut pandang ini si kecoak ambil dari ilmuwan (maaf ilmuwan siapa kecoak lupa. Hehehe...). Menurut ilmuwan itu, pacaran adalah sebuah antiklimaks dari sebuah proses hubungan. Dan proses yang menurutnya “menarik” adalah pendekatan dari hubungan itu. kecoak setuju juga dengan pendapat itu. bagi kecoak, pendekatan memang lebih “berasa” daripada pacarannya. Di pendekatan kita bisa berusaha memahami, memperhatikan, mulai memberikan rasa cinta, dan mulai memasuki kehidupan orang yang kita dekati. Tetapi kalau pacaran? Apa yang kita lakukan saat pacaran? Semua yang kita lakukan saat pacaran ternyata sudah kita lakukan di pendekatan. Memahami, memperhatikan, memberi rasa cinta, memasuki kehidupannya, sudah kita lakukan. Berarti tidak ada lagi yang tersisa yang bisa kita lakukan saat pacaran.

Begitulah kawan, apa yang menjadi penelitian si kecoak selama 19 tahun ini. Semoga bagi pasangan-pasangan disana, tetap langgeng, dan jangan menang ego sendiri. Dan untuk si kecoak, semoga mendapat jodohnya kelak. Amiin....

Sunday, May 6, 2012

(6 Mei 2012) Demi Apa dan Demi Blablabla #31harimenulis

Kalau setelah membaca cerita si kecoak di bawah ini dan kalian berkata, “demi apa kamu jauh-jauh dari Magelang ke Amongrogo? Cuma untuk nonton Female Cup?” berarti kita punya pikiran yang TIDAK sama.

Jadi gini, siang tadi si kecoak iseng-iseng buka facebooknya, lalu tiba-tiba dapat pesan dari temannya untuk dateng ke Amongrogo untuk lihat dia main futsal di Female Cup. Entah lagi kesetanan atau apa, si kecoak langsung bilang iya (sekarang si kecoak jadi mengerti bagaimana perasaan Jim Carrey saat main di film Yes Man), langsung mengambil kunci motor, dan melesat ke Yogyakarta, padahal posisi kecoak sedang di Magelang. Aneh bukan? Apalagi nama Amongrogo juga baru pertama kali si kecoak dengernya. Hasilnya, si kecoak nyasar tadi sampai ke JEC.

Sampai di Amongrogo, si kecoak segera menuju ke loket pembayaran dan langsung naik ke tribun penonton. Di tribun si kecoak bertemu temannya tadi dan ngobrol sebentar (karena dia keburu mau main). Setelah dia pergi si kecoak duduk sendiri, diam, tidak ngomong ma siapa-siapa, dan berak di celana (oke statement yang terakhir itu bohong). Nonton dia main pun tetap rasanya biasa saja, tidak seru, tidak juga bosan. Setelah dia selesai main si kecoak tunggu dia lagi di tribun (siapa tahu dia muncul lagi). Ternyata dia tidak muncul. Ya sudah, si kecoak tinggal pulang lagi ke Magelang, dengan perasaan mirip teh-yang-kebanyakan-air-dan-tidak dikasih-gula, alias tawar. Tamat.

Iya kan? Pasti kalian bingung. Untuk apa jauh-jauh ke Amongrogo kalau hasilnya cuma rasa tawar saja? Atau mungkin juga kalian berpikir kalau si kecoak ada hubungan dengan temannya itu. Tidak juga, si kecoak hanya teman baik dengan dia, tidak lebih. Lalu untuk apa?

Entah. Cuma itu yang bisa kecoak bilang. Kecoak cuma menikmatinya sebagai “perjalanan”. Ya, perjalanan. Bagi kecoak duduk di tribun dan menonton dia main futsal adalah perjalanan, mengantre tiket yang cukup panjang juga perjalanan, nyari-nyari toilet sampai muter-muter Amongrogo juga bagi si kecoak adalah perjalanan. Karena bagi kecoak “tujuan” yang sebenarnya adalah saat si kecoak berada di jalan sambil menikmati “pemandangan” yang ada, entah itu pemandangan orang ngemis, pemandangan bebek yang lagi digiring si empunya, atau apalah. Karena jalanan (menurut si kecoak lagi) adalah televisi yang tidak bisa membuat kita bosan, enaknya lagi kita bisa ikut terlibat di dalamnya. Kita tidak mungkin bisa melihat Bus Maju Jaya yang salib kiri-kanan setiap hari. Kita tidak mungkin bisa berhenti setiap hari di depan SMA 1 Sleman untuk menghindari hujan. Bagi si kecoak, setiap yang baru adalah tujuan (kecuali untuk pasangan. Hehehe....)

Jadi yang tadi sudah berpikir “demi apa blablabla” itu mungkin sudah mengerti. Tidak semuanya yang kita tuju adalah “tujuan” kita. Dan tidak selamanya proses yang kita lalui adalah “perjalanan”. Apa yang menjadikan itu sebagai “tujuan” dan “perjalanan” adalah kebutuhan kita masing-masing. (seumur-umur si kecoak baru nulis hal yang pintar seperti ini ya baru sekarang. Wow....)

Sambung tulisan yang besok ya? Si kecoak lapar ini. Jadi tidak bisa berpikir lagi. Dan untuk dia yang tadi main futsal. Percayalah, the world is NOT dies. Ciao...

Saturday, May 5, 2012

(5 Mei 2012) Antara Ayam dan Telur #31harimenulis

Si kecoak lagi frustasi ini. Tadi dapat soal dari temannya mana yang lebih dulu antara ayam dan telur. Si kecoak awal-awal langsung aja jawab, “Telur!”

“Kenapa kok telur dulu?”

“Karena ayam keluarnya dari telur.” jawab si kecoak pongah.

“Tapi kan telur keluarnya dari ayam.”

“Ah iya. Kalau begitu jawabannya ayam. Karena ayam yang ngeluarin telur.”

“Tapi kan ayam keluarnya dari telur juga.”

Sumpah, kawan. Pertanyaan itu membuat si kecoak bingung setengah hari ini. Bukan, bukan karena apa-apa. Cuma penasaran saja dulu saat zaman purba lebih dulu mana antara ayam dan telur. Sampai-sampai kecoak masang itu pertanyaan di facebook (kalau ketemu statusnya harap ketawa ya? Hahaha...) dan mencari di mbah google. Hasilnya banyak juga.

Ini ada yang aku ambil langsung dari situsnya Republika, jawaban mereka ternyata lebih dulu ayam daripada telur. Alasan mereka adalah dari penelitian ilmiah (yang tidak bisa aku jelaskan karena otakku yang tidak sampai) bahwa kulit telur hanya bisa dibuat di dalam ayam. Tapi itu membuat pertanyaan baru, lalu ayam pertama yang hidup di bumi berasal dari mana, atau dari apa? Aduuh.... Pertanyaan baru lagi. Yang ini belum kelar, yang itu udah muncul....

Nah, ini yang paling seru. Kecoak lalu pindah ke facebook. Dan ternyata sudah banyak jawaban. Ada satu jawaban unik, menurut kecoak. Ternyata yang lebih dulu adalah ayam, kawan. Karena sudah terlihat jelas dari pertanyaannya. Lebih dulu mana? AYAM apa TELUR? Iya kan lebih dulu ayam? Kalo pertanyaannya seperti ini. Lebih dulu mana? TELUR apa AYAM? Berarti lebih dulu telur. If you know what I mean.... Hahahaha....

Jadi seperti itulah akhir dari pencarian status ayam dan telur. Bisa kecoak ambil satu pelajaran dari sini, bahwa kecoak belum membuat tugas kuliah. Kegalauan antara ayam dan telur membuat si kecoak lupa tugasnya. Ya ampun.... Ya sudah. Senang bisa ber-tidak-jelas bersama. Adiooooss.... Hahahaha..

Recent Posts

About Me

My photo
Kenapa aku hidup? Hanya untuk numpang lewat..

Followers

JavaScript Free Code

Recent Comments